http://www.islamedia.web.id/2012/05/mari-mulai-menulis.html
dan di Annida Online Selasa 15 Mei 2012
http://www.annida-online.com/artikel-5490-mari-mulai-menulis.html
“Aku tidak suka menulis, aku tidak bisa menulis”, ungkapan yang seringkali terdengar di telinga penulis ketika mencoba mengajak teman untuk menulis. Padahal mereka mahasiswa yang seharusnya telah mempunyai kecakapan sadar menulis. Apalagi kini para calon sarjana telah diwajibkan membuat karya tulis ilmiah. Mau tidak mau, suka tidak suka maka akan tiba suatu masa ketika mereka diminta menulis.
Ingatkah kita ketika dilatih menulis
sejak dini. Pada tahap sekolah dasar, ibu bapak guru bahasa Indonesia kerapkali
menugaskan kita untuk mengarang cerita. Kemudian mulai SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi kita dihadapkan pada tugas-tugas yang membutuhkan pikiran genial untuk
dituangkan, sebut saja paper, makalah, tugas KKN, skripsi dan lain-lain. Belum
lagi orang yang gemar menulis diari sebelum tidur.
Dimanapun kita mengenyam pendidikan di
Indonesia, sudah dapat dipastikan kita telah terlatih dan terdidik untuk
menulis. Tapi kenapa menulis tidak terinjeksi ke dalam diri kita sebagai bagian
kebiasaan yang tak terpisahkan. Dengan apa yang pernah dan sampai sekarang kita
perbuat, menulis acapkali dianggap hanya dimiliki sebagian orang. Seringkali
kita mendengarnya dengan istilah hobi atau sesuatu yang disukai.
Menggunakan istilah Bambang Trim, insaflah segera
untuk menulis teman. Menulis bukanlah hobi namun bagian dari diri kita. Dan
kita telah terbiasa seperti apa yang telah dipaparkan di muka. Saat ini yang
perlu kita ubah adalah kesadaran dan orientasi. Sadar akan kebaikan menulis dan
orientasi kegiatan menulis selama ini.
Mari kita kembali bernostalgia dimana
kita tengah mengarang cerita saat pelajaran bahasa Indonesia di SD. Ekspresi
polos seorang anak SD yang menulis cerita sesuai tema permintaan sang guru
dikerjakan lepas, dengan gairah dan fantasi alam khayal. Otak kanan
menggeliat-geliat digunakan berimajinasi, lalu dituangkan dalam tulisan-tulisan
ringan anak SD. Tak peduli bagus atau tidak, yang penting sesuai tema dan
khayal, serta selesai.
Di masa SMP sampai PT, kita menulis
untuk memenuhi tanggungjawab dan mendapatkan nilai bagus. Lambat laun menggerus
kemampuan otak kanan karena orientasi yang tak sepolos wajah anak SD dalam
mengarang cerita. Tak heran banyak tugas paper copas dari berbagai sumber
sampai skripsi yang dibeli dari orang lain.
Manfaat
Menulis
Kini saatnya mengubah itu semua. Sebagai
mahasiswa yang mana memiliki tingkat intelektual lebih tinggi dibanding anak
sekolah dan berada pada strata masyarakat yang dihormati, menulis sudah
selayaknya masuk dalam prioritas waktu hidup. Jikalau dulu menulis kita lakukan
karena tugas guru, kini menulis adalah aktifitas keseharian kita dismaping
tugas akademis yang ada. Untuk lebih membuka mata kita, penulis akan memaparkan
manfaat menulis sesuai pengalaman pribadi. Tentu berbeda dengan apa yang sering
kita baca dan dengar tentang manfaat menulis.
Pertama,
menulis itu meningkatkan produktifitas hidup
Setiap hari kita dihadapkan pada tugas
kuliah yang banyak bagi mahasiswa dan pekerjaan yang dikejar deadline bagi para
karyawan. Alhasil kita membutuhkan waktu istirahat ketika pulang kerumah untuk
membuat fit tubuh di keesokan hari. Apabila kita hitung ternyata waktu istirahat
kita terlalu lama. Hitung saja ketika kita tiba dirumah, lalu bersantai ria,
nonton TV, dan tidur. Berapa jam waktu yang kita sia-siakan, padahal niat kita
untuk membuat tubuh fit.
Fit atau tidak tubuh seseorang bukan
dipengaruhi panjang pendeknya waktu istirahat dan tidur, tapi bagaimana otak
dan jiwa kita relax. Menulis akan mewujudkan itu semua, entah itu menulis diari
atau cerpen bahkan artikel sekalipun. Perasaan tertekan dan stress kita di
kampus atau tempat kerja terhapus oleh kesibukan otak berfikir menuangkan
kalimat demi kalimat hingga jiwa kita relax unutk melupakan kepenatan sehari
beraktifitas.
Pada saat tidur persaan gembira akan
menyelimuti kita sehingga berefek positif pada aktifitas kerja esok hari.
Pembiasaan ini bila dilakukan setiap hari akan semakin meningkatkan
produktifitas hidup, memanfaatkan jengkal demi jengkal waktu kita. Sehigga etos
kerja kita akan meninggi karena telah terbiasa menaklukan waktu-waktu senggang
unutk menulis.
Kedua,
menulis dapat melatih kedalaman berfikir
Ketika di awal sebelum menulis, sudah
barang tentu seseorang akan berfikir apa yang akan ditulisnya, mengingat-ingat
kejadian hari ini apabila ia akan menulis diari atau mencari bahan-bahan riset
apabila ia menulis artikel. Begitupun saat ia tengah menulis, seseorang akan
tetap berfikir merangkai kata demi kata, memilih kosakata yang tepat dan
menetukan alur tulisan. Seperti kata Rene
Descartes, Aku berfikir maka aku ada,
menulis menumbuhkan eksistensi pemikiran seseorang.
Perbedaan tulisan seseoarang dari waktu
ke waktu akan terlihat, proses kematangan dan pendewasaan dalam menulis
menghasilakan karya yang lebih baik dari hari ke hari. Cara berfikir yang
semakin mendalam dan bahasa yang semakin tertata. Implikasi positif ini akan
ditemui ketika seseorang yang rajin menulis berada pada kehidupan nyata
sehari-hari. Akan nampak terlihat bagaimana ia mengambil tindakan dalam memecahkan
suatu masalah atau mengambil keputusan dalam bertindak. Mengedepankan
kewaspadaan tapi tidak lambat, cepat tapi tidak ceroboh.
Ketiga,
menulis adalah album kenangan dan warisan termahal
Sungguh sedih kiranya ketika membuka
foto album kenangan disaat tua renta, berbagai kenangan masa muda terekam dalam
foto, bahkan bisa kita perlihatkan kepada sanak saudara maupun anak cucu kita.
Tapi apakah foto memuat semua kenangan indah dan duka lara kita atau kenangan
perjalanan hidup kita. Apakah juga orang yang kita perlihatkan akan mengerti
apa yang terkandung dalam foto kenangan itu.
Agaknya tidak, karena foto hanya memuat
gambar momen penting hidup kita. Sebaik-baiknya kenangan dan warisan adalah
tulisan, entah buku diari, kumpulan artikel, kumpulan cerpen, atau buku
orisinil karya kita. Mungkin Soe Hok Gie
tidak pernah menyangka apabila buku hariannya saat ini bisa dibaca khalayak.
Begitupun Chairil yang
sajak-sajaknya dipelajari sebagai salah satu karya sastra terbaik.
Peninggalan berupa tulisan adalah peninggalan
yang paling berharga. Bagi penulis, peniggalan tersebut akan menjadi pengingat
tentang keseharian dan cerita hidup masa lalu. Sedang bagi pembaca, hikamah
perjalanan penulis atau hikmah tulisan akan menjadi warisan berharga kehidupan
masa depan. Hal baik yang akan di ambil dan hal buruk menjadi perisai untuk
proteksi kehidupan.
Tidak mungkin Soekarno mengatakan JAS
MERAH tanpa ia tidak meniggalkan tulisan-tulisan pemikiran. Dan terbukti
buku Di Bawah Bendera Revolusi
merupakan artefak sejarah pemikiran Bapak Revolusi kita.
Dari
Mana Kita Memulai
Tentu kini kita berfikir sesuai subjudul
diatas, apalagi telah sama-sama kita ketahui manfaat menulis yang selama ini
belum kita dengar. Simpel saja tak usah repot dan bingung, sekali lagi penulis
katakan bahwa kita telah terbiasa menulis. Kini orientasikan kegiatan menulis
kita unutk menggapai manfaat yang ada. Mulailah dari apa yang kita sukai, bila
kita suka menulis diari maka tulislah, bila kita suka bersajak maka buat sajak
orisisnil ciptaan kita, dan lainnya.
Tak perlu kita memikirkan teknik
penulisan sempurna dan bahasa yang baik.
Pertama kali yang mesti kita lakukan adalah pembiasaan dengan perubahan
orientasi. Jika dahulu kita terbiasa menulis karena tugas dan nilai, sekarang
kita menulis unutk mendapat manfaat masa kini dan masa depan. Learning by
doing, sedikit demi sedikit barulah kita mulai mempelajari berbagai teknik
penulisan dan memperkaya kosakata kita dengan berbagai bacaan.
Bisa
karena terbiasa dan terbiasa karena tekad yang kuat serta memikirkan masa depan
yang lebih baik. Konsistensi adalah jalan perubahan. Ambil penamu sekarang
Cibinong, 11 Mei 2012
Eko
Wardaya
Mantap gan...
BalasHapusSemoga bisa menginspirasi yang lain, dari berbagai sudut pandang penulisan...
Bukan paksaan tapi aliran dari pemikiran yang harus disalurkan...
Zae