Jumat, 02 Maret 2012

PT KAI Harus Bekerja Cermat

Dimuat di Harian Lampung Post Selasa 28 Februari 2012 

Kereta Api sebagai transportasi publik yang paling merakyat, memang mau tidak mau akan terus mengalami kepadatan jumlah pengguna. Sejalan dengan jumlah kepadatan warga Jabodetabek dan jumlah angka kemiskinan. Namun kian waktu dengan terus dilakukannya pembaharuan sistem dan pelayanan nampaknya kereta api masih menyisakkan banyak keluhan di kalangan pernggunanya, hingga bermunculan komunitas-komunitas sosial sebagai wujud controlling terhadap kebijakan pemerintah terkait transportasi rakyat yang satu ini. Kita mengenal nama KRL Mania, mungkin juga ada komunitas lainnya.

Ada beberapa kalangan yang menggunakan kereta api sebagai sarana transportasi namun ada juga kalangan yang menggunakannya sebagai lahan mencari penghasilan. Secara bijak PT KAI sebagai penanggungjawab operaional perlu mencermati keadaan ini. Ssistem dan kebijakan teranyar yang diharapkan mampu mengurangi tingkat kepadatan di kereta api dirasa masih jauh dari ideal. Banyak faktor yang menjadi kendala terwujudnya harapan tersebut.Bukti empirik dapat langsung kita temui apabila kita beberapa kali menggunakan pelayanan kereta api.

Waktu molor dan gangguan kerapkali menghambat laju perjalanan, apalagi jika hanya digunakan satu rel. Tak adanya pembatasan penumpang dalam satu gerbong membuat gerbong perempuan sering dirampas pula. Itu hanya sekelumit ketidaknyamanan yang terjadi di kereta api. Lantas bagaimana dengan kehidupan mereka yang menjadikan kerta api sebagai lahan bekerja? Kebijakan kedepan yang akan menghilangkan anjal, pengamen , dan pedagang dari gerbong harus dicarikan solusi  bagi mereka. Jangan sampai membuat kenyaman pengguna kereta api dengan tidak sadar membunuh kalangan pengguna lainnya (baca: pedagang, pengamen, dan anjal).

Bebagai kerumitan dan kompleksitas masalah di kereta api perlu ditangani lebih ekstra dan cermat oleh PT KAI. Pemberlakukan inovasi melalui kebijakan pun mesti diterapkan perlahan-lahan dengan melihat dampak sistemik yang muncul. Berbicara kereta api, maka kita akan berbicara lebih banyak terkait kelangsungan hidup orang banyak. Apalagi jika diuraikan lebih mendalam. Simpel saja, mengapa orang lebih memilih kerta api di banding bus atau angkot untuk berangkat ke tempat kerja? Padahal di kereta api kita harus berjuang bahkan bukan tidak mungkin keletihan lebih terjadi ketika di dalam kerta api dibanding di tempat kerja mereka.

Satu kata, ekonomi, keadaan ekonomi berimbas pada kelangsungan hajat hidup seseorang. Sehingga seseorang mencari jalan dalam upaya menjangkau kebutuhan hidupnya. Kereta apilah piihan masyarakat menegah ke bawah sebagai transportasinya dalam upaya mereka menjangkau kebutuhan hidupnya. Dengan demikian Pemerintah melalui Kementerian yang bertanggungjawab dan PT KAI sebagai garda terdepan harus sadar bahwa persoalan yang dihadapi bukan sebatas memperbaiki pelayanan publik namun juga memanusiakan manusia, memberikan jalan bagi masyarakat menjangkau kebutuhan hidupnya dengan lebih tenang dan nyaman, bukan menambah kesulitan yang menyebabkan keputusasaan.

Solusi riil dari permasalahan yang ada setidaknya, perlu adanya penambahan armada, pembenahan masalah-maslah teknis seperti molornya jadwal dan sistem eror, adanya pembatasan penumpang dalam gerbong, sterilisasi gerbong perempuan dari laki-laki, terdapatnya petugas keamanan di setiap gerbong, serta alternatif lahan kerja di stasiun bagi pedagang asongan kereta api. Sebenarnya masih banyak solusi yang harus dimunculkan dalam upaya pembenahan dan pemecahan masalah yang ada. Semua kembali kepada kesadaran bahwa masalah di kereta api bukan hanya masalah pelayanan publik semata namun berimbas besar pula nantinya.

 
Eko Wardaya
Wakil Ketua KAMMI Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar