Jumat, 27 Januari 2012

Dewan Perampok Rupiah

Dimuat di Harian Lampung Post 27 Januari 2012 
http://www.lampungpost.com/surat-pembaca/22950-t-ragedi-kepemilikan-bersama.html


Sangat menghebohkan, lagi-lagi orang-orang senayan (baca: anggota DPR) berulah. Setelah borok beberapa anggota DPR terungkap satu per satu, kini muncul lagi borok lain. Wajah bopeng anggota Dewan menghiasai pemberitaan akhir-akhir ini karena anggaran wah yang digelontorkan untuk pembangunan ruang Badan Anggaran senilai Rp 20 miliar.

Tak ada yang mau disalahkan, semua melempar tanggung jawab dan saling tuding. Mulai dari Marzuki Ali selaku ketua DPR yang mengaku tak tahu menahu, Bu Sekjen Nining yang mengaku sudah berkoordinasi dengan BURT, Pius selaku pimpinan sidang penetapan anggaran tersebut yang juga mengaku bahwa ia hanya menerima laporan singkat. Entah siapa yang menjadi otak keladi anggaran ruang banggar.

Sebagaimana kita ketahui DPR adalah lembaga legislatif yang beranggotakan wakil masing-masing daerah pemilihan yang langsung dipilih rakyat. Dalam hal ini merupakan implementasi konsep demokrasi tak langsung dimana suara rakyat disampaikan wakilnya di DPR. Otomatis hak semua anggota DPR sama, segala keputusan harus diambil atas kesepakatan bersama seluruh anggota DPR melalui Rapat Paripurna.

Jadi kenapa anggota DPR masih saja mengelak? Tak peduli ulah perorangan atau kolektif, tetap saja citra wakil rakyat kian memburuk. Maka pantaslah bila akronim DPR adalah Dewan Perampok Rupiah. Sudah berulangkali rupiah dirampok, tak jarang rupiah yang jumlahnya dapat digunakan membangun jembatan Indiana Jones di Lebak masuk kantong pribadi.

Perilaku pejabat legislatif saat ini sudah sangat keterlaluan. Selalu saja menuai kontroversi khusunya dalam penganggaran berbagai hal yang dianggap sebagai kebutuhan mereka. Masih terngiang ditelinga kita kontroversi anggaran pembangunan gedung baru, mobil dinas mewah, dan kunjungan kerja luar negeri mereka.  

Awal tahun 2012 selain proyek Ruang Banggar ada pula kontroversi anggaran di DPR, diantaranya perawatan gedung DPR Rp 500 miliar, papan selamat datang Rp 48 miliar, kalender DPR RP 1,3 miliar dan makanan Rusa Rp 598 juta.

Kini tinggal kita nanti saja siapa yang akan terseret ke bui. Satu perampok masuk bui, maka perampok yang lain pun segera terendus. Tak heran pernah muncul kasus cek pelawat berjamaah. Namanya juga Dewan Perampok Rupiah, semua keputusan bersifat kolektif termasuk korupsi.

Eko Wardaya
Wakil Ketua KAMMI Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar