Minggu, 08 Januari 2012

Rumah Murah, Rakyat dan Politik Penguasa

Dimuat di Mediaindonesia.com 4 Januari 2012
http://www.mediaindonesia.com/welcome/opinipublik_all/110/10

Manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna membutuhkan bermacam-macam barang dan jasa untuk menjalani kehidupan. Salah satu kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi adalah tempat tinggal selain tentunya makanan dan pakaian. Dalam Ilmu Ekonomi berdasarkan tingkat kepentingan/prioritas, makanan, pakaian, dan tempat tinggal termasuk dalam kategori kebutuhan primer. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang bersifat wajib dipenuhi.

Selain kebutuhan primer masih ada kebutuhan sekunder dan tersier yang mana diperlukan ketika semua kebutuhan dengan cost lebih rendah telah terpenuhi. Sebagai contoh, setiap hari seseorang yang dapat menikmati makan tiga kali sehari akan membutuhkan makanan yang beragam agar tidak bosan, setelah itu ia akan memerlukan buah dan makanan pencuci mulut lainnya sebagai pelengkap untuk menunjang kesehatannya.

Seperti yang telah disebutkan di muka bahwa kebutuhan akan tempat tinggal tidak bisa dinafikkan. Rumah adalah tempat beristirahat, tempat berlindung, dan wadah harmonisasi suatu keluarga. Maka tak salah ada ungkapan rumahku adalah surgaku. Karena semua manusia mengidamkan kepemilikan pribadi atas rumah yang nyaman.

Di Indonesia masih banyak rakyat yang tidak mempunyai hunian tetap. Mereka tinggal dirumah kontrakan atau kos-kosan. Padahal rata-rata mereka adalah pekerja yang sudah mempunyai penghasilan tetap dan pedagang yang berpenghasilan. Bisa dikatakan mereka itulah kalangan rakyat menengah, khusunya menengah ke bawah.

Harga rumah di era saat ini menyebabkan kalangan rakyat menengah harus berpuasa sepanjang hari apabila ingin mengambil kredit rumah. Apalagi bagi mereka pekerja kontrak dan outsourcing. Masa depan pekerjaan yang sedang digeluti sulit diprediksi, mungkin saja tahun depan kontrak akan diputus atau diperpanjang, mereka tidak tahu menahu. Begitu juga bagi profesi pedagang asongan dan kaki lima. Gulung tikar bisa menjadi ancaman setiap saat.

Sudah sepatutnya apreasiasi dan tepuk tangan kita berikan kepada pemerintah yang dalam hal ini membuat program rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dukungan rakyat tak lepas dari kesuksesan program tersebut. Namun kiranya hujatan dan cacian pun lumrah apabila program tersebut tak menjadi solusi pemenuhan kebutuhan rakyat akan tempat tinggal yang murah nan nyaman.

Bagaimana progres program tersebut hari ini? Ternyata program tersebut semakin jauh dari imajinasi visual kebanyakan orang. Bukan karena wujud yang kurang ramah melainkan terhambatnya program tersebut di dareah. Target 50.000 unit rumah murah pada tahun 2011 pun kandas sehingga Kemenpera menurunkan target menjadi 25.000 unit. Bahkan dari target yang sudah diturunkan, hanya terealisasi tak sampai 50%.

Permasalahan klasik otonomi daerah membuat program ini terkekang regulasi (Perda RTRW) untuk penyediaan lahan yang belum ada atau belum disahkan serta pembiayaan yang bergantung ke pemerintah pusat. Seakan tak ada semangat yang sama antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal pemenuhan kebutuhan rumah murah. Alhasil program mandek dan terbengkalai di beberapa daerah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis, sebenarnya rumah murah adalah program atau kampanye politik penguasa? Sebagaiman kita telah ketahui, politik pencitraan menjadi brandmark penguasa saat ini. Kelihaian dalam berkomunikasi politik membawa senyum bagi rakyat di awal dan derita di akhir.

Tak adanya keseriusan menjalankan program terlihat dari gerak pemerintah pusat-daerah yang non sinergis. Rumah murah hanya cabang dari permasalahan klasik otonomi daerah. Tahun telah berganti, suhu politik semakin meningkat apakah rakyat diminta menjadi tumbal yang hanya bisa menikmati angan belaka? Rumah murah adalah hak rakyat dan kewajiban pemerintah merealisasikannya. Karena kekuasaan adalah amanat rakyat dan pemerintah mengemban hal itu demi mewujudkan kesejahteraan rakyat bukan untuk kepentingan politik penguasa.
 
Eko Wardaya
Wakil Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar