Jumat, 09 Desember 2011

Blackberry, Tuhan “baru” masyarakat Indonesia

Bulan lalu tepatnya pada tanggal 25 November 2011 kita disuguhkan sebuah tragedi memilukan dan “memalukan”, bagaimana tidak Mall Pacific Palace menjadi saksi banjir manusia calon pembeli Blacberry yang sudah rela mengantri dari kamis malam, padahal penjualan baru dibuka pada Jum’at pukul 09.30. Bak antrian pembagian sembako dan zakat, antrian disana pun berujung tragedi. Demi sebuah gadget baru yang dijanjikan diskon setengah harga membuat banyak masyarakat menjadi “tumbal”. Puluhan calon pembeli mengalami dehidrasi, kram, dan sesak nafas, hingga akhirnya mereka harus dibawa ke ruang medis setempat. Ada juga hal lain yang terungkap di situs kaskus.us, seseorang dengan akun Sayonara meluncurkan iklan yang berjudul, NEED JASA ANTRI BB AT PACIFIC PALACE. Ternyata calo antrian bermunculan untuk sebuah Blackberry yang memang digandrungi masyarakat Indonesia.
            Pertumbuhan penjualan blackberry di Indonesia memang sangat pesat, dari mulai diluncurkan di Indonesia pada tahun 2004, dengan pengguna awal 400.000 orang menjadi 2 juta orang pada akhir 2010. Masyarakat Indonesia yang gemar berjejaring sosial baik itu facebook, twitter, ataupun lainnya mempercepat tumbuh suburnya penjuaan blackberry. Namun ketika kita coba bertanya kepada para pengguna blacberry, apa yang membuat mereka mengandrungi backberry, rata-rata tak lain karena fitur andalannya, yaitu Blackberry Mesengger yang katanya mempermudah dan memperlancar komunikasi dengan rekan mereka. Banyak juga yang berkata bahwa mereka dengan “terpaksa” membeli blackberry karena rekan sekantor mereka semuanya pengguna backberry, bahkan ada seorang mahasiswa yang mengatakan, jika tidak menggunakan BB ia akan ketinggalan informasi kampusnya. Rupa-rupanya kebutuhan informasi dan komunikasi  berubah menjadi kebutuhan akan gengsi pula. Hal-hal ini merupakan penyebab utama blackberry di jadikan genggaman utama beberapa segmen masyarakat Indonesia, seperti pegawai kantor, pejabat, politisi, pengusaha, pelajar, dan mahasiswa.
            Namun ada sisi lain dari para pengguna blackberry ini, alasan kebutuhan yang didengung-dengungkan selama ini menjadikan mereka tergantung pada benda ini. Sampai ada sebuah kisah sindiran, alkisah ada seorang istri yang meminta kepada Aladin bahwa ia ingin disaat ia bangun tidur suaminya bisa selalu ada didekatnya, ketika pergi kemanapun suaminya selalu disampingnya, dan Aladin mengabulkan permintaan wanita tersebut dengan mengubah wanita tersebut menjadi sebuah blackberry. Ya, itulah cermin sisi lain pengguna blackberry, sebelum tidur, bangun tidur, bahkan ke kamar mandi pun rasanya hampa jika tidak mengutak-atik BB yang ia punya. Imbas dari hal itu, kehidupan sosial pun terabaikan, di angkot, bus, kereta api, orang-orang semakin cuek dengan kejadian disekitar mereka, mereka lebih memilih memelototi blackberry daripada bertegur sapa dengan orang disebelahnya. Sambil jalan saja mereka masih sempat melirik gadget kepunyaanya. Tak jarang ada orang yang tak sadar ia sedang disapa orang didekatnya atau ada rekan satu perusahaannya sedang duduk disebelahnya dalam satu bus. Blackberry  mengalihkan dunia mereka ke dunia fantasi dan dunia autis sosial.
            Saat ini blackberry menjadi lebih dekat dengan penggunanya dibanding keluarga mereka sendiri atau bahkan Tuhan sekalipun. Kejadian di Mall Pacific Palace, iklan Kaskus dan beberapa bagian cerita di atas menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia yang notabenenya adalah pengguna blackberry menjadikan blackberry “Tuhan” baru mereka yang akan memberi kesenangan, ketenteraman jiwa, sampai rezeki berupa penghasilan. naudzubillah hi min dzalik. Blackberry seakan ingin membawa masyarakat Indonesia kembali kepada tatanan masyarakat animisme yang mempercayai bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa yang mesti dihormati. Mayoritas pengguna terbawa dari sebuah kebutuhan menjadi gengsi selanjutnya menjadi bentuk “penuhanan” secara tidak sadar. Tidak semua memang pengguna Blacberry seperti yang sudah diutarakan di atas, tulisan ini hanya sekedar menjadi pengingat akan dampak negatif yang telah muncul. Semoga kita terhindar dari petaka dunia di era gadget ini. Wallahu’alam bishawab
Bogor, 2 Desember 2011
Eko Wardaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar